Rabu, 17 Juli 2013



Sehari-hari tinggal memikirkan diriku sendiri.. Tiap waktu tak perlu memikirkan dakwah ini.. Akhirnya bisa tidur nyenyak di tiap saat yang kupunyai..

Meski Palestina berdarah, al Quds dihina, apa peduliku. Biarkan yang penting hidupku di negaraku ini lho aman, jauh dari pertikaian dan perang..
Meski muslim di Suriah dibantai, meski Ikhwan di mesir ditembak para militer, wah maaf-maaf ya, mereka jauh dari negeriku dan tak ada hubungannya buat hidupku.
Meski banyak orang yang kini sudah jauh dari agamanya, yang penting aku sendiri masih tekun beribadah. Cukuplah aku sholat, puasa, dan sedekah maka aku akan masuk surga. Yang lain urusan mereka sendiri lah. Mau hedon, sekuler, kafir,,, masa bodo, emang gue pikirin.

Hidup sesuka hati dengan perut terisi tiap hari dan seluruh kebutuhan terpenuhi, itu sudah cukup bagiku. Hidup tenang sampai tua bahkan sampai tujuh turunan.


Tapi sayangnya...

Sayangnya, aku terlanjur telah mengenal Tarbiyah sejak aku bertemu dengan guru (Murabiyah) pertamaku.
Sayangnya, aku terlanjur jatuh hati pada doa rabithah saat beliau menutup kajian pekanan di SMA dulu. Doa yang aneh memang, membuat hati sejuk, merindu, dan akhirnya candu.
Sayangnya, aku juga sudah terpesona dengan akhlak beliau dan tak sempat berfikir: 'kenapa sih beliau repot-repot memikirkan perjuangan agama ini, memikirkan RUU pornoaksi yang kala itu sulit untuk disahkan, bahkan termasuk memikirkan diriku, orang asing yang tak punya hubungan apapun dengannya.'


Dan setelah mengenal Tarbiyah, inilah deritaku:

Selalu membuat air mata ini jatuh tiap kali aku tak bisa bermanfaat bagi lingkunganku dan orang sekitarku.
Selalu membuat air mata ini jatuh tiap kali ada orang lain dihadapanku berbuat maksiat sedang lidahku kelu untuk sekedar menegurnya.
Selalu membuat air mata ini jatuh tiap kali ada muslim entah dibelahan bumi manapun itu diperangi.
Selalu membuat air mata ini jatuh tiap kali mendengar israel semakin mendekat al aqsa dan menambah daftar korban sayatan mereka.
Selalu membuat air mata ini jatuh tiap kali melihat teman-temanku, orang-orang sekitarku, bahkan mungkin termasuk diriku sendiri tengah bersenang senang di mall-mall, rumah-rumah makan, tempat-tempat wisata, tanpa ikut merasakan derita perjuangan para pejuang diin ini.
Selalu membuat air mata ini jatuh tiap kali dengan sadar atau tanpa sadar aku telah futur dan jauh dari Rabbku

Sungguh aku lelah dengan semua perasaan ini. Hingga sempat aku berfikir: 'betapa tenangnya hidupku sekarang andainya dulu aku tak mengenal Tarbiyah dan bersama Tarbiyah. Cukuplah aku ikut organisasi keagamaan di masyarakat, yang hanya sibuk dengan urusan ikhtilaf (perbedaan) jumlah rakaat tarawih, pakai Qunut atau tidak, pakai Basmalah atau tidak saat sholat, dan lainnya yang menurutku, maaf, remeh. Cukup istighosah / yasinan tiap pekan dan tentunya tak perlu merumitkan diri memikirkan ummat ini, memikirkan Palestina, Suriah, Mesir yang kini sedang mendapatkan ujian bertubi.


Namun entah kenapa, ketika sekali saja pikiran seperti itu terbersit, maka lantas seribu kali hatiku menolaknya. Seribu kali pula ada alasan untuk bertahan dan tetap berjuang bersama Tarbiyah.

"Bukankah setelah mengenalnya (Tarbiyah), kau bisa mengenal lebih dekat dengan Rabb mu?"

"Bukankah setelah mengenalnya, amaliyah yaumiyahmu terjaga tiap hari?"

"Bukankah setelah mengenalnya, kau akhirnya paham bagaimana cara menjaga iffah dan memuliakan diri sebagai muslimah dengan menutup benar auratmu?"

"Bukankah setelah mengenalnya, kau tahu bagaimana untuk lebih memuliakan orangtuamu dan kau dapatkan ridho mereka melebihi yang mereka punyai?"

"Bukankah setelah mengenalnya, kau takut untuk sedikit saja mengambil hak orang lain karena Tarbiyah telah menanamkan kuat: 'Ingat, jalan takwa adalah kehati-hatian'?"

"Bukankah setelah mengenalnya, kau kini bisa berjalan di jalan para nabi, muttaqin, dan syuhada? Itulah jalan perjuangan menegakkan kalimatullah di bumi ini."

"Bukankah setelah mengenalnya, kau mendapatkan kado terindah dari Rabb mu berupa 'ukhuwah' yang selama ini melukis warna-warni indah dalam kanvas hidupmu?"

"Bukankah setelah mengenalnya, kau juga mengenal sosok-sosok luar biasa itu, para mujahid-mujahidah, yang sebagiannya telah meninggal dalam keadaan syahid dan tersenyum?"

"Bukankah setelah mengenalnya,kau mendapatkan teman-teman yang mau menggandengmu bahkan membantu mendorongmu untuk bersama menuju firdausNya?"

"Bukankah itu semua sungguh kenikmatan-kenikmatan yang dulu bahkan tak ada dalam list harapanmu tapi kini wujud dengan sangat indah dalam hidupmu? Maka apa yang kau harapkan setelah engkau tidak lagi hidup bersama Tarbiyah?"

"Ingatlah jika engkau tidak lagi bersama sesuatu, maka engkau dibersamai sesuatu yang lain."

"Maka bersabarlah atas perasaan bersalah karena ketidakmampuanmu berdakwah, bersbarlah atas perjuangan yang tak kunjung berbuah. Hey, tak ingatlah kau bahkan nabi Nuh butuh waktu 950 tahun untuk berdakwah dan hanya beberapa orang yang mengikutinya?"

Nuh berkata: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. 

[Q.s. Nuh: 5-7]



Dan alasan-alasan lainnya yang muncul tanpa kuminta.

Ya Allah, aku sangat mencintai orang-orang sholih dan muslih itu meski mungkin aku bukan lah orang diantara mereka. Tapi sungguh aku membenci perbuatan orang-orang yang sebaliknya meski mungkin aku termasuk dalam golongan yang kedua ini.

Maka teguhkanlah aku, Rabb. Kini, tak ada yang kuinginkan selain tsabat (teguh) di jalan dakwahMu ini hingga aku nanti bisa menatap wajahMu.



"Wa ahyihaa bima'rifatik... Wa amitshaa 'alassyahaadati fii sabiilik... (Hidupkan dengan ma'rifatMu... Matikan dalam syahid di jalanMu...)"



22:59
17 Juli 2013

In this note: special for mb Riska Uzlifah (murabiyah pertamaku) dan Akhillaa' (lingkaran cintaku)

0 komentar:

Posting Komentar