Suatu minggu ketika diadakannya acara seminar di SDIT Auliya, seorang pembicara dari LSM Adara Relief salah satu NGO peduli anak-anak dan perempuan Palestina, Ibu Nurjannah., SAg namanya (kekuatan ruh dan semangat beliau membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama) - beliau mengungkapkan, 'Seharusnya kita seorang kader apalagi telah menjadi ibu yang kekuatannya menjadi sumber teladan bagi anak-anaknya, sudah harusnya tidak pernah luput al Matsurat kubra di tiap hari baginya, karena itu salah satu penambah kekuatan ruh'#Al-Ma'tsurat (Part 1)
(Sebuah intro awal pertanyaan2 itu sepakat berkumpul)
Mungkin, barangkali, banyak dari kita yang hanya sekadar memenuhi husnudzon saja ketika guru ngaji menganjurkan untuk membaca al Ma'tsurat tiap hari, pagi dan petangnya: "al Ma'tsurat itu adalah dzikir, dengan membacanya mengingatkan kita pada Allah"
Tidak hanya 'dianjurkan', namun alMa'tsurat juga menjadi salah satu amalan yaumiyah yang menjadi fokus mutabaah. Hmm, muncul lagi tanya :
apa sebenarnya al Ma'tsurat itu? hingga ia menjadi penting dalam proses tarbiyah.
Pernah seorang saudari mengatakan (pertanyaannya retoris-karena ia tahu yang ditanya juga ga bisa jawab, -habits) :
"Kenapa ya, di semua buku al Ma'tsurat selalu ditonjolkan sosok Hasan alBanna bukan Rosulullah gitu?" Karena sama-sama kami tahu penyusunnya adalah hasan alBanna.
Dan cukup untuk menjadi jawab atas pertanyaan ketigaku :
"Apa sih yang diharapkan jamaah terhadap para kadernya untuk merutinkan al Ma'tsurat ?" pernah disampaikan oleh guru ngaji kami, "Kaderisasi itu sangat cinta pada kadernya melebihi siapapun. Karena ia selalu menjaga kita dan berharap untuk bisa bersama-sama meraih ridho Allah dengan cara senantiasa memonitori amalan yaumiyah kita bahkan disaat-saat kita futur, saat kita tidak sadar sedang menjauhi ketaatan dan kaderisasi yang masih setia 'membebankan' wajibat agar kita melaksanakan ketaatan-ketaatan." Dan salah satunya adalah Al Matsurat, agar dengannya kita senantiasa mengingat Allah.
#Al-Matsurat (part 2)
Kembali pertanyaan-pertanyaan itu menyeruak :
Apa harus selalu dibaca dengan susunan seperti itu ?
Banyak sumber di internet yang menyatakan al matsurat ini bid'ah, benarkah ?
Maksudnya wazhifah shughra dan kubra, apa ya bedanya ? yang kubro lebih banyak (siapa yang tanya klo itu jawabannya, hhe)
Susahnya memenuhi jawab pertanyaan2 bagi diri ini di dunia maya, setelah lama berselancar maka kuputuskan untuk menutup dunia itu. Berharap esok bisa mendapatkan jawab yang lebih berarti
Dan jreng3x... :D -habits
Sebuah tulisan Dr. Amir Faisol Fath, MA bisa mencerahkan pertanyaan2 diatas
Berikut tulisan asli beliau yang saya ketik lagi dalam petikan2
Al-Matsurat adalah jama' dari Al-Ma'tsur artinya ang diwariskan, maksudnya yang diriwayatkan dari Rasulullah.
buku ini dinamakan al matsurat karena dimaksudkan bahwa doa2 yang dikumpulkan dalam buku ini tidak lain adalah doa2 Rosulullah.
Adapun penyusunannya adalah murni dari ijtihatd Imam hasan albanna. Memang tidak ada keharusan membaca doa dengan susunan seperti yang terdapat dalam buku. Hal ini dilakukan semata unntuk mempermudah menghafal dan mengamalkannya. dan masing2 ulama mempunyai susunan tersendiri dalam doa2 yang mereka baca. Seperti Imam ibnu taiiyah telah menyusun buku dzikir dan doa berjudul "Al kalim Al Thayyib". Sekali lagi ini dilakukan semata untuk mempermudah pembaca supaya bisa konsisten membacanya.
Setelah ditahqiq doa dan dzikir yang terdapat dalam buku al matsurat tsb, ternyata semua mempunyai landasan dalam hadits. Makanya benar kalau namanya Al Ma'tsurat. Metode pentahqikan dalam buku telah dilakukan oleh sejumlah ulama dengan merujuk kepada Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa;i, Sunan Darimi , "Amalul yawm wal lailah" karya Ibnu sunni dan lainnyaYa, menyadari bahwa ilmu yang kita punyai adalah jauh dibawah para ulama-ulama, apakah kita merasa lebih bisa memastikan sendiri dengan mentahqiqnya sendiri terhadap landasan hadits karena keraguan kita. Selagi ia mempunyai dalil yang merujuk pada AlQuran dan Sunnah (shahih/hasan) dan tidak bertentangan dengan keduannya, maka tidak bid'ah. Mungkin yang disebut bid'ah adalah jika kita tidak membacanya lantas kita berdosa atau dengan mengkultuskannya.
Wazhifah Sughra itu adalah ringkasan dari wazhifah kubra yang lengkap. imam Hasan al banna menggunakan kedua istilah ini, agar kita selalu iltizam membaca doa2 tsb, apapun kondisinya. Jika sedang semangat dan segar, berusahalah membaca yang lengkap/kubra. namun jika sedang malas, capek, tidak ada semangat/ sibuk, hendaklah tetap membaca sekalipun ringkasannya/sughra. Ini mengingatkan kepada kaidah ushul fiqh yang berbunyi : "maa laa yudrak kulluhu laa yutrak kulluhu" (apa yang tidak bisa dikerjakan semuanya, jangan ditinggalkan semuanya)
#Al-Matsurat (part 3)
Tentang -Doa Rabithah-(Ust. Amir Faishol, MA)
Rabithah artinya pengikat, maksudnya engikat hati. Doa ini terdiri dari ayat yang dipilih oleh Hasan Albanna, isinya mengenai kemahaKuasaan Allah SWT. Bahwa Dia-lah Allah yang berhak memberikan kekuasaan kepada siapa yang Ia kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa saja yang Ia kehendaki. Dia-lah Allah yang berhak memuliakan dan merendahkan siapa saja yang Ia kehendaki. Bahwa hanya ditangan Allah segala kebaikan dan Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.s. Ali-Imron : 26)
ImamHasan Albanna memilih ayat ini bukan dimaksudkan sebagai dzikir, melainkan sebagai tadabbur ayat. Beliau berkata: "Kemudian seseorang membaca ayat ini dengan penuh tadabbur (merenungi maknanya yang penuh dengan nuansa keimanan). Jadi imam Hasan Albanna memilih ayat ini karena kedalaman makna dan sentuhannya.
Adapun doa pengikat hati, itu teks yang ditulis oleh Imam Hasan Albanna sendiri. Isinya sangat baik, tidak ada satu katapun yang bertentangan dengan AlQuran dan AsSunnah. Tujuannya ialah untuk membuat hati semakin kokoh dalam persaudaraan dan cinta pada Allah.
Secara prinsip dalam berdoa kita boleh berdoa dengan bahasa kita. Dan dalam dokumentasi doa, banyak sekali teks-teks doa yang disusun sendiri oleh para ulama. Misalnya doa minum zam-zam yang kita baca, itu dari Ibn Abbas, bukan dari Rasulullah. Berdasarkan ini maka siapa saja boleh berdoa dengan bahasannya sendiri.
Memang kita harus engakui bahwa doa yang paling baik dan mustajab adalah teks doa dari Al Quran dan As Sunnah. Namun dalam praktiknya kita membutuhkan doa-doa khusus yang harus kita ungkapkan dengan bahasa kita. Dan Imam Hasan Albanna mencontohkan doa rabithah sebagai doa khusus tersebut.
Wallahu'alam bisshowab
^^3
0 komentar:
Posting Komentar