Berita hari ini kurasai turut memukul diriku. entah bagaimana, aku bisa ikut terluka, padahal aku tak pernah bertemu sosoknya, sering mengupdate tentangnya. sungguh tak pernah.
Mungkin perasaan ini sama sedihnya yang kurasa saat ibu Yoyoh Yusro telah tiada. Dan sering kurindui meski beliau telah tiada. Pertanyaannya lagi... apakah aku pernah bertemu beliau? sekalipun tak pernah. Tapi aku sungguh mencintainya, insyaallah karena Allah.
Ya, Allah yang mempertemukan ruh kami dalam satu perjuangan dakwah ini. Dalam kerja amal nyata kami yang meski tak sedang berada dalam satu tempat namun ia akan berkumpul pada jalan yang sama. Jalan dakwah ini. Itulah mungkin yang mendekatkan jiwa-jiwa yang jasadnya meski asing namun ruhnya saling berkenalan dan mesra. Aku tak tahu pasti, namun pasti yang kurasai.
Begitu dengan musibah yang menimpa Presiden sayap dakwah politik harakah kami, Bpk. Lutfi Hasan Ishaaq, atas fitnah yang ditujukan padanya. Ya, hatiku sepakat bulat menolak berita itu. Aku percaya pada beliau, titik, saat pertama kali menerima kabar itu.
Kuyakin hati tak mudah untuk bohong setidaknya pada hati itu sendiri. Karena bisa saja ada taklid halus yang telah merajai diriku hingga aku tetap bertahan pada sesuatu meski telah jelas kesalahannya. Namun yang kurasa berbeda. Bukan itu. Yang kurasa, fitnah itu seolah yang menimpa diriku. Maka aku sangat sedih. Aku tak rela beliau difitnah sebagaimana aku difitnah. Tak rela. Itu sedihku yang pertama
Dan kesedihanku yang kedua adalah tak habis pikirku dengan bermacamnya tanggapan dari setidaknya sesama muslim, sesama pejuang islam dengan harakah yang berbeda, bahkan sesama yang telah tersemat gelar kader dalam harakah yang sama... kader tarbiyah.
Bagaimana perasaanmu (hai sesama muslim), dengan kejujuran hati yang tersisa, ada saudaramu yang terkena musibah fitnah. Atau paling tidak terbukalah, beranilah menerima fakta yang sebenarnya. Cernalah bukan semata dari pihak media, tapi langsung kepada pihak yang sedang dilanda fitnah (Tabayun)
Maka kenapa ada yang justru mengolok ketika ada orang-orang yang ikhlas mencintai LHI membela beliau... 'Loyalitas itu hanya pada Allah, bukan pada orang, ulama, petinggi harakah, dll' sahutnya
-Jikalau tak bisa membuktikan bahwa keburukan itu benar adanya, maka cukup bagimu diam dan berbaik sangka-
Bagaimana perasaanmu (hai sesama pejuang di jalan dakwah dalam harakah yang berbeda), dengan kejujuran hati yang ada, dengan pemahamanmu akan dienNya bahwa kita adalah pribadi yang menuju ridhoNya dengan raga yang berbeda. Tidakkah kau memahami bahwa kita itu bersaudara, antara harakah kami dengan harakah kalian. Tidakkah kau memahami bahwa musuh kita adalah sama, kejahiliahan, zionisme, pluralisme, sekulerisme, dll.
Maka kenapa ada yang justru ikut meramaikan berita yang belum pasti kebenaranya?
Apakah memang hati sudah tidak lagi bermakmum pada keimanan namun pada teori-teori modern yang lebih mempercayakan pemeriksaan makluq
-Lillahi, kembalikan pada Allah. Jika tidak mampu untuk sedia uluran tangan, maka cukuplah dengan tidak ikut melemparkannya pada fitnah yang lebih dalam,,, dan doakanlah-
Bagaimana perasaanmu (hai sesama kader tarbiyah), yang tidak turut terbebani dalam musibah ini, menutup telinga dari semua kejadian yang menimpa saudara dakwah kita. Sungguh, ketaatan itu berbuah cinta. Dan cinta akan meminta segalanya darimu, dan karena cinta, engkau akan memberikan segalanya. bukankah begitu?
-Loyalitas-
Loyalitas terhadap jamaah, memang harus, bukankah kita memilih jamaah ini untuk jadi kendaraan kita adalah atas dasar keyakinan kita, yakin bahwa jamaah ini yang paling benar menurut kita namun dengan tidak menganggap jamaah lain itu salah, mereka tetap jamaah yang sama benarnya selagi Al Quran dan As Sunnah adalah pegangannya. Pahamilah bahwa kita bukan jamaatul muslimin, namun jamaah kaum muslimin.
Loyalitas terhadap pemimpin, lebih harus lagi, karena Allah memerintahkan itu; Taatilah Allah, Rasulullah, dan ulil amri/pemimpin. Apa disebut taklid? saya rasa perlu di bedah ulang apa taklid itu. Memang akan menjadi taklid jika kita masih saja loyal meski tampak jelas ia melakukan maksiat. Namun jika tidak terbukti pemimpin itu bersalah, apakah secepat itu loyalitas dicap sebagai taklid?
Tidak! tetap itu adalah ketaatan pada ulil amri selagi ia menaati Allah dan RasulNya.
---Curahan pikiran, Wallahu'alam bisshowab, aku memohon Ampun pada Allah atas segala kekeliruan dan semoga Allah meluruskannya
Home
»
Al Quran
»
Dakwah
»
Lingkaran2 Cahaya
»
Perjalanan
»
Resume Kajian
»
Tarbawi
»
Ukhuwah
» Loyalitas... antara Taklid dan Ketaatan
Kamis, 31 Januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar