Senin, 28 Januari 2013


(12 April 2012)




Berhenti sejenak disini. Bukan untuk mengeluh lalu malas bergerak lagi tapi untuk menginsyafi diri, dalam perjalanan kereta dakwah ini, sudah sampai dimana kereta ini melaju, apakah kita sudah benar mengemudikannya-ataukah kita tidak sadar membelokkan kereta ini (yang hakikatnya diri kita yang terbelokkan) jauh dari rel yang semestinya.

Marilah berhenti sejenak. Kita sudah relative jauh berjalan berusaha mewarna untuk sebuah perubahan. Kita sudah relative jauh berjalan dan terus berjalan tanpa kita sadari warna kita belum melekat di sepanjang perjalanan, mungkin warna kita sudah pudar dari awalnya. Maka kita akhirnya mendapati makna perubahan yang semu (sudah berubah menurut pandangan kita, tapi yang sebenarnya adalah kita tak meninggalkan bekas apapun). Jalan yang kita lalui tetap pada kondisinya-ada ataupun tidaknya kereta dakwah kita, kereta ini hanya tetap kita-kita saja yang menaikinya tanpa ada penumpang lain yang kita ajak naik, masih banyak kursi kosong yang semestinya bisa ditempati tapi kita mengindahkannya, kita terus saja berjalan dan terus berjalan.
,,,
Ini mungkin bukan cerita “kita”, lebih tepatnya “saya”. Hm, memang benar kesalahan itu terletak pada diri ini. Diri yang mungkin terlalu berbangga karena merasa bisa ikut menggerakkan kereta dakwah ini. Hingga Allah memperlihatkan satu-persatu kondisi lingkungan kita yang masih belum membaik-yang dulu hanya terlalui tanpa sempat tersentuh-karena terlalu konsen untuk terus melajukan kereta. Oleh karenanya ingin diri ini berhenti sejenak untuk mengoreksi diri, memperbaharui niat, dan menguatkan kesadaran… Tapi kereta ini milik kita, kawan. Marilah bersama berhanti sejenak membuka peta perjalanan dakwah kita, sudah sampai dimana posisi kita dari seluruh perjalanan panjang yang harus kita lalui.

Sekali lg, ini mungkin bukan cerita “kita”, lebih tepatnya “saya”.  Karena tidak bisa menafikkan banyak juga hal yang telah kita raih dan perjalanan yang terus kita lakukan tak sia-sia begitu saja jika Allah yang menilai. Namun sekarang bukan waktu untuk memaklumi diri tapi untuk menguatkan kembali semangat kita dan menguatkan ketajaman hati dan pikiran karena jalan ini tak akan lebih mulus dari sebelumnya. Sebaliknya, jalan yang kita lalui semakin berliku kawan. kemungkaran semakin menguatkan jatidirinya dan menampakkan diri dlm nyata. Mari kita sadari, dan atur strategi diri maupun bersama untuk tujuan kita, yaitu lingkungan kita terwarna.

(renungan atas suatu peristiwa dan terispirasi buku menikmati demokrasi bagian awal)

0 komentar:

Posting Komentar