(25 Mei 2012)
“Kalau engkau benar-benar jujur kepada Allah, Dia akan benar-benar mewujudkan maksudmu.”
Kembali membaca kisah itu,,,
Merenungi diri,,,
Suatu hari seorang badui dari dusun menghadap Rosulullah, lalu beriman kepada beliau, berhijrah, berjihad dan melakukan berbagai aktivitas bersama Nabi. Setelah perang Khaibar, terjadi pembagian ghanimah, dia pun mendapat bagian. “Apa-apaan ini?” tanyanya. “Ini bagianmu dari Nabi,” jawab para shahabat. “Bukan untuk ini aku mengikuti Anda,” sejenak mengatur nafasnya, “Aku mengikuti Anda agar dipanah disini (sambil menunjuk tenggorokannya) sehingga aku mati dan masuk surga,”
Rosulullah bersabda, “Kalau engkau benar-benar jujur kepada Allah, Dia akan benar-benar mewujudkan maksudmu.”
Tak selang berapa lama ia kembali berjihad, tiba-tiba orang tadi telah diusung dan dibawa menghadap Rosulullah. Dia terkena panah pada leher yang telah ditunjukkannya pada Nabi. “Dia sungguh-sungguh telah berjihad di jalan Allah, maka Allah pun sungguh-sungguh mewujudkan apa yang diinginkannya,” kata Nabi.
,,,
Menginsyafi kembali perjalanan diri bersama tarbiyah ini, menginsyafi kembali sudahkah saya benar memahami tarbiyah diri,,,
Apakah hanya sebuah sematan nama pada diri lalu berbangga,
Apakah hanya sebagai motif ‘ingin tahu’, yang penting ‘ada yang baru’
Atau yang penting enjoy?
Tidak! Pasti bukan itu dibenak kita, bukan baik saya dan kalian,,, tapi lebih dari itu, kita memahami tarbiyah sebagai proses untuk memperbaiki diri, menjaga dan terus memeliharanya sampai berakhir dengan baik, husnul khatimah. Itulah tarbiyah yang kita artikan kan kawan?
Tapi berada dalam tarbiyah bukanlah perkara yang berkesudahan, banyak perkara itu muncul berkelanjutan, mungkin inilah cara Allah mendewasakan… saya rasa ini saja husnudzon kita pun cukup.
Sebenarnya apa yang ingin saya ungkapkan ialah adanya rasa tidak pas dihati saat menemui suatu fragmen dalam kehidupan berjamaah ini… Pernah saya mendengar.. atau bahkan frekuensinya bisa disebut sering,,, “Aku yang bagian amal siyasi ya, dan kamu cocoknya amal tarbawi saja…”
Atau mungkin tak terdengar, hanya hati yang menangkap sinyal-sinyal itu…
Meski sering kuanggap lalu, tapi apa seperti itu idealnya?
Amal tarbawi adalah pondasi yang utama, sedang amal siyasi adalah bagian dari amal tarbawi itu sendiri. Amal siyasi baru menjadi suatu keharusan saat kita mulai menapaki tahapan dakwah tsb. Dan amal tarbawi yang terus menjaga kita disamping kita melakukan amal siyasi.
Amal siyasi, memang lebih menarik, lebih menantang dan mengasyikkan. Dimana potensi kita banyak terserap disana. Olehnya, amal tarbawi lah yang menyuplai energy kita agar diri tak menjadi kering atau gersang dalam berjuang.
Menahan diri untuk hanya amal tarbawi saja tanpa menyentuh amal siyasi juga tidak seimbang. Karena produktivitas amal tarbawi ditunjukkan dalam amal siyasi.
Amal tarbawi – Amal siyasi???
(“Hmm bahasanya langitan nih… bumian saja” hehehe)
Coba kita angkat bahasa yang dekat dengan kita yakni liqo dan dakwah khos (sebagai amal tarbawi kita) dan organisasi ammah (representasi amal siyasi)
Ok? Ok… lanjut sist,
Jadi apa sekarang masih nge-tren, “Maaf hari ini tidak liqo dulu ya, aku harus rapat…”
Saya yakin tidak dan tidak akan lagi
Kembalikan fungsi liqo kita adalah suatu kebutuhan bagi kita yang tak bisa kita lewatkan
Kesimpulannya… Tulisannya rumit tak jelas alurnya, wajar ini alurnya naik turun- hhe :p
Tulisan ini adalah semata-mata sebagai pengingat diri khususnya…
Wallahu’alam bis showab
0 komentar:
Posting Komentar