.............. Kajian Ramadhan.............
16072013
16072013
......@ Masjid KPP Pratama Surabaya Gubeng......
by: Ust. Miftahul Jinan
__________________________________________________________________________________
Bismillahirrahmanirrahim Diam atau berkata baik itu mungkin sama-sama beratnya. Bagi seorang bapak, bisa saja berkata baik itu lebih berat, olehnya diam menjadi pilihan. Sebaliknya bagi kalangan ibu, untuk berkata jauh lebih ringan daripada menahan untuk diam, meski apa yang terucap pun belum tentu baik.
Oke, Langsung ke point2nya ya :)
SENI BERKOMUNIKASI DENGAN ANAK :
1) Membentak
Suatu waktu si anak sedang khusyu menonton TV ketika adzan berkumandang. "Nak, sudah adzan," ucap ibu. Si anak pun tentu saja masih 'khusyu' dengan TV nya. Dua kali. "Nak, sholat dulu sana!" Tak ada respon dari anak. Dan yang ketigaaaa... "HEY, SHOLAT!!!!!"
si anak karena kaget mendengar bentakan sang ibu, langsung lari pontang panting ke dalam kamar mandi untuk wudhu... selesai.
Eits, tunggu, Apakah anak tsb segera wudhu karena kesadarannya ataukah karena takut setelah dibentak?
Cara berkomunikasi ini sangat tidak efektif bagi anak. Efek jangka panjangnya, anak tidak punya kemampuan dari diri sendiri untuk bergerak karena untuk melakukan sesuatu selalu menunggu hingga dibentak dari orangtuanya.
Tips: Karena semakin banyak orangtua bicara, maka semakin banyak pula anak bisa membantah, maka efektifkan dalam bicara.
Cukup dengan: "Mohon maaf, karena sudah adzan, TVnya dimatikan," sembari orangtua mematikan TV. selesai.
Lembut/kerasnya dalam bicara pada anak, itu masalah 'terbiasa' atau 'tidak terbiasa'. Jadi jangan biasakan bicara dengan membentak.
Ibarat kopral dan jenderal. Seorang kopral dididik dengan bentakan dan hal-hal sederhana. Contoh: "Hey, cepat!" dll. Jika jenderal tentu ada rasa segan yang menampilkan kelembutan dan dididik dengan hal yang kompleks karena mereka nantinya menangani hal yang juga lebih kompleks jauh dibanding kopral.
Allah juga mengatakan dalam Quran surat Al Hujurat: 11 bahwa suara lembut ialah yang lebih dekat dengan takwa.
2) Banyak mendengar
Kondisi ini sangat dibutuhkan terutama bagi para pra-remaja.
Suatu waktu seorang ibu curhat, "Anak saya itu tiap hari nongkrong di warung kopi, rasa-rasanya dia lebih senang keluar daripada dekat dan lama-lama sama keluarga," begitu P. Jinan mengisahkan.
"Apakah ibu juga sudah buatkan dia kopi?"
"Sudah, tiap hari."
"Berapa kali ibu membuatkan kopi dalam sehari?"
"Ya, 2-3 kali."
"Apakah ibu duduk bersama anak ibu dan mendengar segala ceritanya saat ia minum kopi?"
"Ya ndak ada waktu saya pak untuk nunggu dia minum kopinya, lha pekerjaan saya bwanyaaak."
"Nah itulah bu, di warung kopi tetangga ibu, ada servis lebih. Anak ibu butuh telinga-telinga yang siap untuk mendengar segala curhatnya dan pemilik warung kopi tetangga ibu lah orang yang dicarinya."
Jika kasusnya anak tidak mau membuka diri pada orangtua?
Coba orangtua yang pertama kali curhat pada anaknya. "Wah ya kalau saya crita, mana dia ngerti urusan saya, pak". Bukan, curhat orangtua tersebut bukan untuk mencari solusi atau menyelesaikan masalah, tapi dengan ortu curhat itu bisa mengajari sang anak bagaimana caranya curhat dan membuka diri.
Juga ketika orangtua memulai curhat pada anak, maka dalam diri sang anak akan timbul rasa dekat pada ortunya karena ia merasa diberi kepercayaan oleh ortunya.
Susah cari tema curhat?
-Yang sederhana saja, misalkan: "Gimana kabar mama nak, tolong perhatikan mama ya nak selagi papa diluar." dll.
- Atau gali potensi anak kita. Misalkan IT. "Nak, bapak kok ndak bisa-bisa bikin akun twitter. Tolong dong nak, bapak dibuatin dan dipasangkan foto bapak disitu, biar gaul bapak ini.". Nah jangan lupa diakhir cerita, puji si anak tersebut.
3) Bertanya (sebagai ganti perintah) dan Informasi (sebagai ganti larangan)
"Suatu waktu saya diprotes anak saya," kisah P. Jinan, "saya kaget dia bilang: Pa, tolong dong sehari saja papa ga nyuruh-nyuruh aku," terangnya, "padahal saya pikir lagi, kapan ya saya nyuruh-nyuruh."
Ya, mungkin kita sebagai ortu tidak sadar bahwa kalimat-kalimat yang keluar dari mulut kita adalah kalimat-kalimat suruhan. Ini sangat tidak efektif dalam pendidikan anak, mulailah dengan tidak melontarkan kalimat suruhan agar jangka panjang bagi anak nanti, dia bisa bergerak karena keputusannya sendiri, bukan karena suruhan.
Kita ingat lagi kisah Ibrahim dan Ismail. Sungguh ini adalah cerita pengajaran yang luar biasa bagi para orangtua.
Saat Allah memberi perintah menyembelih Ismail, inilah dialog sang bapak dan si anak dalam Quran surat As-Shaffat: 102,
"Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?' Dia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, Insyaallah engkau akan mendapatkanku termasuk orang yang sabar'."
Subhanallah. Seperti itu. Ibrahim memulainya dengan memberi informasi lalu ia bertanya meminta pendapat anaknya.
Misalkan lagi kita bisa mengubah kata-kata suruhan saat mendapati anak kita membuang sampah dijalan: "Nak, buang sampah di tempatnya!" bisa diganti dengan: "Nak, tempat sampahnya dimana?" dll
4) Perhatikan postur
Sangat berbeda respon seseorang ketika kita berbicara dalam posisi satu berdiri dan satu duduk atau keduanya sama-sama dudu atau keduanya sama-sama berdiri. Berbeda.
Ketika seorang anak diajak bicara dalam posisi sama-sama duduk maka cenderung lebih menurut pada orang tua, karena ego mereka telah durun bersamaan dengan berubahnya posisi dari berdiri menjadi duduk.
Sesuai dengan hadis Rosulullah berikut:
"Apabila seseorang kamu marah, sedang dia berdiri, maka duduklah, jika marahnya berhenti (maka baiklah) jika belum, maka hendaklah dia berbaring." (Abu Daud)
5) Keseimbangan penghargaan dan teguran.
"Menegur itu gampang karena ndak usah mikir," jelas pak Jinan
Jika orangtua sedikit-sedikit menegur, maka anak akan jadi peragu dan takut ambil resiko
Nah, saat menegur kejelekan anak, maka cari dua kali lipat kebaikan anak untuk dipuji.
Suatu kesempatan ada seorang ibu curhat pada Pak Jinan, ibu itu mengisahkan keburukan-keburukan anaknya. Lantas sejam berlalu tepat sang ibu selesai bercerita, pak Jinan bertanya, "Coba ibu sebutkan 10 kebaikan anak ibu." Ya, sang ibu diam seribu bahasa.
terkadang fokus pada keburukan orang itu lebih mudah ditimbang mencari kebaikannya. jadi mulai sekarang tugas kita me-list apa saja kebaikan-kebaikan anak kita, okey.
Trima kasih ulasannya saudaraku, semoga Allah SWT merahmatimu
BalasHapus