BERANTEM ITU INDAH...
Islamedia -
Bertengkar adalah phenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah
tangga, kalau ada seseorang berkata: "Saya tidak pernah bertengkar
dengan isteri saya !" Kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum
beristeri,atau ia tengah berdusta. Yang jelas kita perlu menikmati
sa'at-sa'at bertengkar itu, sebagaimana
lebih menikmati lagi saat saat tidak bertengkar. Bertengkar itu
sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja dihantarkan dalam muatan
emosi tingkat tinggi. Kalau tahu etikanya, dalam bertengkarpun kita bisa
mereguk hikmah, betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata
yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat
dengan desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih
mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi.Tulisan ini murni Non
Politik, jadi tolong jangan tergesa-gesa menghapusnya. Ketika saya dan
si pencuri [hati saya] -- eh enggak koq dia tidak curi hati saya, malah
saya kasikan dengan ikhlas dibarter hatinya yg tulus. Pada awal bertemu
dengan pencuri hati saya, setelah saya tanya apakah ia bersedia berbagi
masa depan dengan saya, dan jawabannya tepat seperti yang diharap. Kami
mulai membicarakan : seperti apa suasana rumah tangga ke depan. Salah
satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala kita
bertengkar, dari beberapa perbincangan hingga waktu yang mematangkannya,
tibalah kami pada sebuah Memorandum of Understanding, bahwa kalau pun
harus bertengkar, maka :
1. Kalau bertengkar tidak boleh
berjama'ah. Cukup seorang saja yang marah marah, yang terlambat mengirim
sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan
marah pantang berjama'ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi
meriah. Ketika ia marah dan saya mau menyela, segera ia berkata "STOP"
ini giliran saya ! Saya harus diam sambil istighfar. Sambil menahan
senyum saya berkata dalam hati: "kamu makin cantik kalau marah,makin
energik. Dan dengan diam itupun saya merasa telah beramal sholeh, telah
menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi..
"duh kekasih .. bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega,
maka dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu ...."Demikian juga
kalau pas kena giliran saya "yang olah raga otot muka", saya menganggap
bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang tersinggung adalah sampah, ia
harus segera dibuang agar tak menebar kuman, dan saya tidak berani marah
sama siapa siapa kecuali pada isteri saya :)Maka kini giliran dia yang
harus bersedia jadi keranjang sampah. pokoknya khusus untuk marah,
memang tidak harus berjama'ah, sebab ada sesuatu yang lebih baik untuk
dilakukan secara berjama'ah selain marah :)
2. Marahlah untuk
persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat masa (maksudnya
masa lalu kita). Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti
terpojok, sebab masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak
bisa ia ubah. Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya.
Sebab harapan terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam
bertengkar pun kita perlu menjaga harapan dan bukan menghancurkannya.
Sebab pertengkaran di antara orang yang masih mempunyai harapan,
hanyalah sebuah foreplay, sedang pertengkaran dua hati yang patah asa,
menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya.
Kalau saya terlambat pulang dan ia marah,maka kemarahan atas
keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya, adalah "ungkapan rindu yang
keras". Tapi bila itu dikaitkan dgn seluruh keterlambatan saya, minggu
lalu,awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya
terpuruk jatuh.
Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk
penimbun gula), sepedas apapun saya marah,maka itu adalah "harapan ingin
disayangi lebih tinggi". Tapi kalau itu dihubungkan dgn kesalahannya
kemarin dan tiga hari lewat,plus tuduhan "Sudah tidak suka lagi ya
dengan saya", maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi,
saya menguburnya di masa lalu ups… saya telah membunuhnya, membunuh
cintanya. Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah ... OK,
marahlah tapi untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu,
dan ia pun milik hari ini .....
3. Kalau marah jangan bawa bawa keluarga !
Saya dengan isteri saya terikat baru beberapa masa, tapi saya dengan
ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian
juga ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Quran, seseorang itu tidak
menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40). Saya tidak akan
terpantik marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi kalau ibu saya diajak
serta, jangan coba coba. Begitupun dia, semenjak saya menikahinya, saya
telah belajar mengabaikan siapapun di dunia ini. selain dia, karenanya
mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah "awal cinta yang panas
ini".Kata ayah saya : "Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu
banyak". Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari ma'afnya
dari pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..". Dunia
sudah diambang pertempuran, tidak usyah ditambah tambah dengan memusuhi
mertua!
4. Kalau marah jangan di depan anak anak !Anak kita
adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian. Dia tidak
lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka harus menonton
komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang tua nya bertengkar,
bingung harus memihak siapa. Membela ayah, bagaimana ibunya. Membela
ibu, tapi itu 'kan bapak saya.Ketika anak mendengar ayah ibunya
bertengkar :* Ibu : "Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak,
dan kamu datang main suruh begitu, emang saya ini babu ?!!!"* Bapak :
"Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta ini dan itu dan aku harus
mencari lebih banyak untuk itu, saya datang hormatmu tak ada, emang saya
ini kuda ????!!!!* Anak : "...... Yaaa .ibu saya babu, bapak saya kuda
.... terus saya ini apa ?"Kita harus berani berkata : "Hentikan
pertengkaran !" ketika anak datang, lihat mata mereka, dalam binarannya
ada rindu dan kebersamaan.Pada tawanya ada jejak kerjasama kita yang
romantis, haruskah ia mendengar kata bahasa hati kita ???
5.
Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat !Pada setiap tahiyyat
kita berkata : "Assalaa-mu 'alaynaa wa 'alaa'ibaadilahissholiihiin" Ya
Allah damai atas kami, demikian juga atas hamba hambamu yg sholeh
........
Nah andai setelah salam kita cemberut lagi, setelah salam
kita tatap isteri kita dengan amarah, maka kita telah mendustai Nya,
padahal nyawamu ditangan Nya. OK, marahlah sepuasnya kala senja, tapi
habis maghrib harus terbukti lho itu janji dengan Ilahi. Marahlah habis
shubuh, tapi jangan lewat waktu dzuhur, Atau maghrib sebatas isya ...
Atau habis isya sebatas....??? Nnngg .. Ah kayaknya kita sepakat kalau
habis isya sebaiknya memang tidak bertengkar ... :)
6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema'afkan (Hikmah yang ini saya dapat
belakangan, ketika baca di koran resensi sebuah film). Tapi yang jelas
memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah "proses belajar
untuk mencintai lebih intens" Ternyata ada yang masih setia dengan kita
walau telah kita maki-maki. Ini saja, semoga bermanfa'at, "Dengan ucapan
syahadat itu berarti kita menyatakan diri untuk bersedia dibatasi".
Selamat tinggal kebebasan tak terbatas yang dipongahkan manusia pintar.
*dikutip dari fb - ISLAMEDIA 180213
Home
»
Al Quran
»
Dakwah
»
Lingkaran2 Cahaya
»
Perjalanan
»
Resume Kajian
»
Tarbawi
»
Ukhuwah
» Memberdayakan 'marah' dalam rumah tangga
Senin, 18 Februari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar