Belajar Memaknai
Inginku selalu diperjalankan untuk tak lelah mencari cahayaNya, mengumpulkan hikmah-hikmah terserak, menyimpannya dalam-dalam dengan balutan kain keimanan, mirip kepompong, hingga suatu waktu ia memegahkan sebuah quantum ketakwaan, bak kupu-kupu yang menari bebas tepat saat keluar dari tubuh kepompongnya...
Tiga tahun yang kumaksud, tepatnya di masa-masa kuliah ini. Ya, begitu banyak yang kualami, senang.. sedih.. dan entah musibah atau rahmat, insyaAllah hati berdamai dengan prasangka baik pada Allah. Aku bukanlah orang yang terjaga dari dosa semenjak kecilnya, maka jikalau memang banyak kesempitan yang dititipkan dalam episode-episode hidupku itulah barangkali cara Allah mentarbiyah diri ini.
Tak perlu lama-lama. Kali ini aku ingin membagi satu hikmah yang baru saja kugenapi potongan-potongannya, bak puzzle yang baru tersusun, selama tiga tahun ini. (Agak lebay? biarin aja yak :D )
Hm, mulai dari awal aku masuk STAN, masih dibersamai ghiroh untuk melahap ilmu-ilmu terutama ilmu-ilmu yang aku merasa passion disana: Matematika dan IPA. Ketrima STAN, "Alhamdulillah", pikirku, "masih nyambung lah sama hobiku ngutak-atik Matematika". Berharap barangkali aku mahir dalam soal hitung-menghitung pajak. Tapiiiii..... Ohw, tidak teman, kalian tidak pernah kudengar mengatakannya bahwa apa pikirku itu... salah besar.
Aku: TK hingga SMP, aku selalu ingin jadi yang nomor satu dalam hal akademik, membangun mimpi tinggi-tinggi. Namun saat SMA, bangunan mimpi itu stuck. Ada bangunan baru yang kubangun dalam fase hidupku yang baru: Menikmati hijrahku (jadi akhwat gitu :D )
Mulai kuliah, diawal-awal masa ini, aku mencoba meneruskan membangun bangunan akademikku, pokoknya cita-cita itu sudah begitu indahnya kugambar dalam angan, di fase ini.
Namun, seiring berjalannya semester, tak ada lagi cerita tentang bangunan-bangunan mimpi itu, adanya cerita indeks prestasi yang mengalami penyusutan secara garis lurus :p
Entah kemana ghiroh mencari ilmu akademik yang dulu itu yang katanya bekal untuk dakwah?
Oya, biar kutegaskan diawal teman, persoalan bangunan mimpiku yang hilang itu sama sekali tak kuizinkan untuk dikaitkan dengan aktivitas dakwah di kampus. Tidak sama sekali. Belajar dan berdakwah adalah dua perintah yang Allah firmankan dalam KalamNya. Dan tak mungkin ada satu kewajiban yang jika dilakukan akan menyimpangkan kewajiban yang lain. Okey.. Siipks
Ini soal persepsi ternyata... Ini soal benang-benang pemahaman yang terpintal dalam hati dan pikiran belum sempurna betul, menyisakan lubang disana-sini, dan akhirnya berfikir dan bertindak sesuai yang jadi persepsi.
Ya, selama tiga tahun ini, aku hanya berfikir sempit bagaimana caranya agar diri bermanfaat bagi orang lain, itu saja. Dengan skup yang sempit, dengan pandangan yang sempit, dengan cara pandang yang sempit. Aku merasa... belajar tak lagi relevan dengan keinginanku: AGAR DIRI BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN.
Sebetulnya, satu dua taujih para masayikh dakwah kami menerangkan bahwa mahasiswa sekarang berbeda tuntutannya dengan mahasiswa zaman dulu. Kini, mahasiswa harus punya kompetensi dalam akademik, berprestasi, indeks prestasi yang cumlaude! Hm, tapi (lagi-lagi aku beralasan) taujih itu tak sempat terhujam dalam apalagi berhasil kumaknai sedang banyak serangan celoteh pengalaman-pengalaman hidup dari kakak kelas dan tokoh lain yang sama-sama punya visi 'Agar Diri Bermanfaat Bagi Orang Lain' dengan dirinya tak lagi konsen dengan akademiknya, "yang penting terus bergerak, bermanfaat!"
Semester 5, aku jenuh sekali dengan kuliah yang kurasa hanya jadi formalitas -datang, duduk, dadah(pulang). Sempat terfikir... untuk mengakhirinyaaa :'( -galau mode on-
Cyiiiiiiiaat... Om ku datang ke kost ku di saat yang tepat. Aku ceritakan tentang kuliahku juga keinginan-keinginan yang sempat terfikir. Apa kata Om?
"Ita,,, sekarang dakwah itu butuh orang yang profesional. Sekarang kita sudah ke mihwar muassasi. Andainya om dulu kenal Tarbiyah sejak SMA terus rajin belajarnya mungkin sudah jadi Menteri Pertanian (beliau kuliahnya di fakultas pertanian, tapi gelarnya STP --> Sarjana Teknik Politik, hhe). Andainya seorang dai punya kekuasaan, barang itu sedikit, dengan kekuasaannya itu banyak orang yang bisa kau selamatkan."
Maafkan Ita ya om, yang saat itu masih terlalu bebal untuk memaknai kalimat om, tetap saja dalam fikirku: aku hanya ingin bermanfaat, aku hanya ingin mengkader orang.
Pernah juga dosen bilang, "Kalian kuliah di STAN itu karena campur tangan Allah. Allah yang berkehendak kamu kuliah di kampus ini. Allah ingin nanti kamu mampu berdakwah di birokrasi."
Hm,, tapi kuliah sudah hampir selesai, mulai dari mana untuk bangkit? Sebenarnya di semester 6, aku mengumpulkan lagi semangat-semangat untuk membangun kembali mimpi-mimpi akademikku. Tapiiiii...
Satu lagi nasihat, "Om cuma mau kasih kamu gambaran: seorang akhwat/istri yang punya maisyah dan yang tidak punya maisyah. Istri yang punya maisyah, ia akan bisa membantu menjalankan dakwahnya dengan tenaga, pemikiran, dan uangnya sendiri. Dengan maisyah itu, istri bisa membantu banyak orang, menebarkan dalam bentuk investasi kebaikan di banyak tempat yang sedang memerlukan bantuan dana. Sebaliknya, bagi istri yang tidak bekerja, ia hanya bisa berdakwah dalam bentuk tenaga dan pemikiran, sebatas itu."
Dan yang paling terakhir adalah inspirasi seorang dosen pembimbing, yang kuakui sangat pintar dan berkompeten di bidangnya, di Kementerian Keuangan ini. Membuatku iri,,, bagaimana bapaknya bisa sepintar itu hingga ia diakui profesional oleh orang-orang yang mengenalnya. Dan memang benar, dengan posisi beliau tersebut, beliau bisa melakukan kebaikan yang lebih dan lebih dari apa yang selama ini kupandang cukup untuk 'diri bermanfaat bagi orang lain'
Kesimpulannya....
Ya, kita tidak hanya cukup berfikir 'Agar diri bermanfaat bagi orang lain'... tapi ini adalah tentang 'Mengoptimalkan diri agar bermanfaar maksimal bagi orang lain'
Ya, kita tentu menginginkan mengajak orang ke surga itu berbondong-bondong... bukan hanya membawa diri kita saja, insyaAllah seperti itu...
Kini...? Aku akan mulai belajar dari awal, tiga tahun lalu, mengejar apa-apa yang dulu kulewatkan begitu saja...
Bismillah :D
0 komentar:
Posting Komentar